13. MEDIA PEMBELAJARAN RESENSI
Bacalah cerpen Berikut!
Kemalangan Muallaf
Bulan dan bintang tak dapat memaksaku kali ini untuk mengatakan keindahannya. Bahkan malam dingin ini sekali pun. Aku tak mampu mempotesnya, kumpulan kata dalam gudang kata telah habis.
Entah dari mana harus memulainya. Apakah dari kursi hijau ini? Atau dari silaunya sinar lampu neon. Entahlah, segalanya di mulai dari senja yang merambat gelap. Seiring angin malam berhembus sendu, dari balik rumput liar jangkrik dan katak kembali bersenandung.
Cerita berawal di sini
“ Kemanakah aku harus berlindung ?”, teriaknya seakan menggema di angkasa yang seakan mengamuk. Tapi saying tak ada jawaban, hanya suara angin yang semakin kencang berputar di udara. “
Bismillahirahmanirrahim…..Alhamdulillahirrabiallamin…………Waladdollin….Amiiiiiiin”. Seketika suara menggema entah dari mana, perlahan dan sangat perlahan dibelahan awan lain nampak Alquran menggantung di langit.
Senin, 23 mei 2009
Mimpi semalam begitu menggemparkan seluruh sel-sel dalam darah jiwa, mengundang Tanya, apa yang harus diperbuat? Enam hari berikutnya kejadian semakin nyata, berulang dan terus berulang. Hingga kalimat dalam setiap mimpi itu membuat hafal secara fasih.
Ibadah minggu ini berjalan seperti biasa, tapi terasa hambar. Kosentrasi akhir-akhir ini buyar, semua terasa salah, ada yang lain. Ibadah-ibadah selanjutnya membuatku enggan dan semakin terasa hampa. Papa, mama, adik, dan kakak yang begitu dekat dihati, tapi kini begitu asing dipikirkan. Mereka Nampak begitu berbeda sejak malam-malam itu. Tak ada lagi simbol-simbol ketuhanan melekat yang sejak kecil mengikat dilehernndan pergelangan tangan.
Senin, 5 juli 2009
Hari ini,, tepatnya siang ini di suatu meja disuatu bank, duduk seorang gadis yang entah apa, bekerja tanpa sadar. Dia adalah aku yang terus mengerayangi keyboard di depan computer. Tangan-tangan terlatih tak putus-putusnya melentik dari huruf ke huruf, hingga………….
“Lia mau kemana kamu nak?”, tiba-tiba suara mama terdengar dan dalam baying Nampak. Natalia kecil berlari menuju rumah meninggalkan mama dan papa yang sedang berbincang diteras.
“Hari sudah magrib, ma!”, sementara adzan magrib memukul-mukul relung jiwa, di dada ini, di dalam kamar begitu jelas suaranya, memebuatku tenang sesaat. Rasa ini mengingatkan di suatu pagi di hari lebaran dimana takbir bersahut-sahutan. Menyanyikan kesenangan yang asing bagi diri saaat itu. Serta lambaian tangan sepermainanku saat berjalan menuju lapangan shalat.
Tiba-tiba kembali berganti, kabur semua kabur. perlahan sebuah kubah Nampak melengkung. Seseorang yang sangat ku kenal dalam busana yang aneh, sedang berkata-kata dalam bahasa yang ingin kudengar. Di depannya hanya sebuah Alquran dan seseorang yang memakai jubah putih, juga berkata-kata dalam bahasa yang ku kenal
Apakah itu aku….? Natalia ? apakah itu aku berkerusung….? Semua tiba-tiba kembali tersadar, computer, keyboard, meja, dan wajah-wajah serius di depan computer. Apa yang telah terjadi?
Kamis, 11 Juni 2009
Kejadian siang itu adalah jawaban mengapa aku harus berada di tempat ini. Tempat yang selama ini hanya dapat terbayangkan. Kubah putih berjendela lebar, rasa sejuk seketika merasuk jauh dalam tulang sum-sum. Belum sempat kukagumi rasa lapang ini, tatapan penuh kasih menyambut. Dengan sabar dirapikannya peci putih, syal putih, serta baju koko putihnya. Tak ada Tanya yang keluar dari mulutnya, dengan halus dipersilahkannya aku masuk. Sekan-akan akulah tamu yang ia tunggu-tunggu sedari tadi. Dejavu seketika menghinggapiku, sepertinya kejasian ini hanya ulangan dari mimpi siang tadi.
Diajaknya aku ke tempat wudhu, dan semua mengalir seperti air dingin diwajah serta telapak tanganku seakan mewujudkan mimpi-mimpi aneh selama ini. hati sudah bulat, ini adalah petujuk meski asing bagiku maupun seluruh keluargaku yang tak akan mungkin setuju atas semua ini.
Disini aku duduk dihadapanya, melafalkan kalimat-kalimat dalamm kakuan…’Dua Kalimat Syahadat’ akhirnya dapat juga kulafalkan seakan pernah ku ucapkan di kehidupan yang nyata.
Tampak dari kejauhan kakak memanggil dengan penuh kemarahan, serentak kai gelisah dan tergesah menghambur ke pintu membawa pulang kerudung pemberian yang mereka sebut sebagai ‘ mukkenah’. Berlari hingga bersembunyi dalam kamar kos yang berukuran 4x6 meter. Di sinilah tempatku sembunyi dari kehidupan yang tak lagi kujalani oleh kaki-kaki keinsyafan serta tempat menyamaikan benih-benih doa juga kesolekan.
Rabu, 14 april 2010
Akibat dari penyimpangan yang ku lakukan sebutan dari mama dari apa yang telah ku lakukan. Namun bagiku pertobatan yang ku lakukan. Hari-hari yang telah ku pilih tak mudah untu ku lewati. Dunia seakan gelap, tak ada belaian mama, teguran papa atau canda tawa dari adik-kakakku. Mereka mengisolasi ruang gerakku dengan sedapat mungkin menghilang dari hadapanku yang baru. Telepon tak pernah dijawab, bahkan nomor ponsel pun diganti. Dan yang paling menyakitkan keluarga yang lain tak ada lagi yang mau kenal. Teringat kata mereka “siapa ya? Aku tak kenal!!” , saat berpapasan di tempat aku bekerja. Membuat jiwa semakin kecil dihadapan-NYA, tak terasa air mata jatuh mengenang dalam sajadah panjang.
Malam-malam hanya berganti malam, hanya shalat pengobat rindu pada mama, papa, kakak maupun adik. Di saat rindu merekah dan berbuah tangis, tahajjud adalah pelipur segalanya. Hingga adzan subuh memanggil.
A
Tidak ada komentar:
Posting Komentar